Rabu, 04 Mei 2016

BIOGRAFI ABDULLAH IBN ABBAS



BIOGRAFI ABDULLAH IBN ABBAS
Abdullah bin `Abbas bin `Abdul Muththalib bin Hasyim lahir di Mekah tahun 619 M atau 3  tahun sebelum hijrah. Ayahnya adalah `Abbas, paman Rasulullah, sedangkan ibunya bernama Lubabah binti Harits yang dikenal dengan julukan Ummu Fadhl Lubabah al Kubra binti Haris al Hilaliyah, yang merupakan wanita kedua yang masuk Islam dan teman dekatnya Khadijah binti Khuwailid, istri Rasululah. Ummu Fadhl juga saudara kandung Maimunah binti Harits bin Hazn, istri Nabi.. Beliau dikenal dengan nama Ibnu `Abbas. Selain itu, beliau juga disebut dengan panggilan Abul `Abbas. Dari beliau inilah berasal silsilah khalifah Dinasti `Abbasiyah.
Saudara Saudara Ibnu Abbas
1.      Al Fadhal, dikuburkan di Syam.
2.      Abdullah, lebih dikenal sebagai Ibnu Abbas.  Banyak Hadis Shahih yang diriwayatkan melalui dirinya. Ia seorang ahli agama yang mendapat doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.   Dia pernah menjadi gubernur di Basrah pada masa kekuasaan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Dia meninggal dan dikuburkan di Thaif, Arab Saudi.
3.      Qutsam bin Abbas, wajahnya mirip benar dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ia pergi berjihad ke negeri Khurasan.  Pernah menjadi gubernur di Bahrain pada masa Ali bin Abi Thalib dan dikuburkan di Samarkand
4.      Ma’bad bin Abbas  pernah menjadi gubernur di Mekkah pada masa kekuasaan Khalifah Ali bin Abi Thalib dan mati syahid di Afrika.
5.      Ummu Habibah, tidak banyak dibicarakan oleh sejarah.
6.      Ubaidillah bin Abbas, pernah menjadi gubernur di Yaman pada masa kekuasaan Khalifah Ali bin Abi Thalib dan dikuburkan di Madinah.
Ibnu Abbas mendapat beberapa julukan, yakni :
  1. Ibnu Abbas
  2. Al Bahr (samudera) karena keluasan ilmunya.
  3. Al Hibr (Tampan) karena ketampanannya.
  4. Tarjuman Al Quran (Juru Bicara Al Quran) karena penguasaan Al Quran yang luas
Pernah menjadi gubernur di Basrah pada masa kekuasaan Khalifah Ali bin Abi Thalib.   Ia meriwayatkan banyak Hadis Shahih sesudah Aisyah r.a.  Dari keturunan  Ibnu Abbaslah berdirinya  Khalifah  Bani Abbasiyah. Ibnu `Abbas adalah salah satu dari empat orang pemuda bernama `Abdullah yang mereka semua diberi titel Al-`Abadillah. Tiga rekan yang lain ialah ‘Abdullah bin `Umar (Ibnu `Umar), `Abdullah bin Zubair (Ibnu Zubair), dan `Abdullah bin Amr. Mereka termasuk diantara tiga puluh orang yang menghafal dan menguasai  Al-Qur’an pada saat penaklukkan Kota Makkah. Al-`Abadillah juga merupakan bagian dari lingkar `ulama yang dipercaya oleh kaum muslimin untuk memberi fatwa pada waktu itu.
Dalam bidang militer Ibnu Abbas pernah mengikuti ekspedisi militer ke Mesir tahun 18 -21 H, ke Afrika Utara tahun 27 H, Jurjan dan Tabaristan (kini Iran Utara) tahun 30 H, ke Constantinopel bersama Yazid bin Mu’awiyah dan Abdullah bin Umar pada masa pemerintahan Umar bin Khattab.
Dalam perang Jamal antara AisyahThalhahZubair (disatu pihak) dan Ali bin Abi Thalib dipihak lain, Ibnu Abbas adalah salah satu komandan tentara Ali.  Ia menjadi gubernur Basra pada masa kekhalifan Ali.  Ibnu Abbas juga ikut menanda tangani Perjanjian Siffin.
Pada masa pemerintahan Mu’awiyah (661–680) Ibnu Abbas tinggal di Hedzjaz.  Ketika Abdullah bin Zubair meminta dukungannya untuk merebut jabatan khalifah, Ibnu Abbas (dan Ali al Hanafiyah, anak Ali bin Abu Thalib) menolak sehingga diusir oleh Abdullah bin Zubair dari Hedzjaz.  Ketika gerakan Abdullah bin Zubair dapat dipatahkan oleh Al Mukhtar (tentaranya Yazid bin Mu’awiyah) Ibnu Abbas kembali ke Hedzjaz dibawah perlindungannya, kemudian ia tinggal di Thaif sampai akhir hayatnya.
Meski dipandang sebagai Pelopor Ahli Tafsir, Ibnu Abbas tidak sempat menulis buku tafsir. Tetapi terdapat banyak tafsir yang diriwayatkan darinya. Untuk melihat apa yang disebut Tafsir Ibnu Abbas, menurut Manna al Qattan [ penulis buku Mabahis fi Ulum Quran ] yang terbaik adalah tafsir yang diriwayatkan melalui perawi hadis Ali bin Abi Talhah al Hasyimi. Catatan : Imam Bukhari juga mengambil riwayat dari jalan ini.  Dan juga melalui perawi hadis Qays bin Muslim al Kufi [ w. 120 H ]. Kitab Tafsir yang mengumpulkan tafsir Ibnu Abbas antara lain ialah Tanwir al Miqbas min Tafsir Ibn Abbas, yang ditulis oleh Abi Tahir Muhammad bin Ya’qub asy Syairazy asy Syafi’i [ w. 817 H ]
Abdullah bin Abbas diperkirakan telah meriwayatkan 1.660 hadits, peringkat keempat setelah Abu Hurairah  [ 5.374 Hadis ], Abdullah bin Umar bin Khattab [ 2.630  Hadis  ], Anas bin Malik [ 2.266 Hadis ]. Menurut An Nasa’i, sanad Hadis Ibnu Abbas paling Shahih adalah yang diriwayatkan oleh az Zuhri, dari Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utba, dari Ibnu abbas. Sedangkan yang paling dhaif adalah yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Marwan as-Suddi Ash-Shaghir dan Al-Kalabi, dari Abi Shalih. Rangkaian ini disebut silsilah Al-Kadzib [ silsilah bohong ].
Ibnu Abbas banyak meriwayatkan hadis dari Al Fadhl [ paman ibunya ], Abu Bakar As Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdur Rahman bin Auf, Mu’az bin Jabal, Abu Zar al Ghiffari, Uay bin Ka’b [ w 19 H ], Abu Huraira dll. Ia adalah sahabat yang  terpandang dan dijuluki Informan Umat. Mengingat banyaknya jumlah Hadis yang diriwayatkan. Lahir di Mekah dan besar di saat munculnya Islam, dan beliau terus mendampingi Rasulullah sehingga membuat Ibnu Abbas mampu meriwayatkan banyak Hadis.
Abdullah lahir tiga tahun sebelum hijrah dan pernah didekap Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah SAW berdoa :  Ya Allah, ajarkanlah kepadanya hikmah. (Yang dimaksud hikmah adalah pemahaman terhadap Al Quran). Berilah ia pengertian dalam bidang agama dan berilah ia pengetahuan takwil [ tafsir ]”. HR. Tirmidzi dalam Tuhfatul Ahwadzi Juz X No. 40077.  Allah mengabulkan doa Nabi-nya sehingga Ibnu Abbas belakangan terkenal dengan penguasaan ilmunya yang luas dan pengetahuan fikihnya yang mendalam.  Ia adalah tempat untuk dimintai   fatwa penting sesudah Abdullah bin Mas’ud, selama kurang lebih tiga puluh tahun.
Tentang Ibnu Abbas, Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah berkata :”Tak pernah aku melihat seseorang yang lebih mengerti dari pada Ibnu Abbas tentang ilmu Hadits Nabi Shallallahu alaihi Wassalam serta keputusan-keputusan yang dibuat Abubakar, Umar, dan Utsman. Begitu pula tentang ilmu fikih, tafsir, bahasa arab, sya’ir, ilmu hitung dan fara’id. Orang suatu hari menyaksikan ia duduk membicarakan ilmu fiqih, satu hari untuk tafsir, satu hari lain untuk masalah peperangan, satu hariuntuk syair dan memperbincangkan bahasa Arab. Sama sekali aku tidak pernah melihat ada orang alim duduk mendengarkan pembicaraan beliau begitu khusu’nya kecuali kepada beliau. Dan setiap pertanyaan orang kepada beliau, pasti ada jawabannya”.
Ketika usia Ibnu `Abbas baru menginjak 15 atau 16 tahun, Nabi wafat. Setelah itu, pengejarannya terhadap ilmu tidaklah usai. Beliau berusaha menemui sahabat-sahabat yang telah lama mengenal Nabi demi mempelajari apa-apa yang telah Nabi ajarkan kepada mereka semua. Tentang hal ini, Ibnu `Abbas bercerita bagaimana beliau gigih mencari hadits yang belum diketahuinya kepada seorang sahabat penghafal hadits:
“Aku pergi menemuinya sewaktu dia tidur siang dan membentangkan jubahku di pintu rumahnya. Angin meniupkan debu ke atas mukaku sewaktu aku menunggunya bangun dan tidurnya. Sekiranya aku ingin, aku bisa saja mendapatkan izinnya untuk masuk dan tentu dia akan mengizinkannya. Tetapi aku lebih suka menunggunya supaya dia bangun dalam keadaan segar kembali. Setelah ia keluar dan mendapati diriku dalam keadaan itu, dia pun berkata. ‘Hai sepupu Rasulullah! Ada apa dengan engkau ini? Kalau engkau mengirimkan seseorang kemari, tentulah aku akan datang menemuimu.’ Aku berkata, “Akulah yang sepatutnya datang menemui engkau, karena ilmu itu dicari, bukan datang sendiri.’ Aku pun bertanya kepadanya mengenai hadits yang diketahuinya itu dan mendapatkan riwayat darinya.”
Dengan kesungguhannya mencari ilmu, baik di masa hidup Nabi maupun setelah Nabi wafat, Ibnu `Abbas memperolah kebijaksanaan yang melebihi usianya. Karena kedalaman pengetahuan dan kedewasaannya, `Umar bin Khaththab menyebutnya ‘pemuda yang tua (matang)’. Khalifah `Umar sering melibatkannya ke dalam pemecahan permasalahan-permasalahan penting negara, malah kerap mengedepankan pendapat Ibnu `Abbas ketimbang pendapat sahabat-sahabat senior lain. Argumennya yang cerdik dan cerdas, bijak, logis, lembut, serta mengarah pada perdamaian membuatnya andal dalam menyelesaikan perselisihan dan perdebatan. Beliau menggunakan debat hanya untuk mendapatkan dan mengetahui kebenaran, bukan untuk pamer kepintaran atau menjatuhkan lawan debat. Hatinya bersih dan jiwanya suci, bebas dari dendam, serta selalu mengharapkan kebaikan bagi setiap orang, baik yang dikenal maupun tidak.
`Umar juga pernah berkata, “Sebaik-baik tafsir Al-Qur’an ialah dari Ibnu `Abbas. Apabila umurku masih lanjut, aku akan selalu bergaul dengan `Abdullah bin `Abbas.” Sa`ad bin Abi Waqqas menerangkan, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih cepat dalam memahami sesuatu, yang lebih berilmu dan lebih bijaksana daripada Ibnu `Abbas.” Ibnu `Abbas tidak hanya dikenal karena pemikiran yang tajam dan ingatan yang kuat, tapi juga dikenal murah hati. Teman-temannya berujar, “Kami tidak pernah melihat sebuah rumah penuh dengan makanannya, minumannya, dan ilmunya yang melebihi rumah Ibnu `Abbas.” `Ubaidullah bin `Abdullah bin Utbah berkata, “Tak pernah aku melihat seseorang yang lebih mengerti tentang hadits Nabi serta keputusan-keputusan yang dibuat Abu Bakar, `Umar, dan `Utsman, daripada Ibnu `Abbas.”
Perawakan Ibnu `Abbas tinggi tapi tidak kurus, sikapnya tenang dan wajahnya berseri, kulitnya putih kekuningan dengan janggut diwarnai. Sifatnya terpuji, memiliki budi pekerti yang mulia, rendah hati, simpatik-empatik penuh kecintaan, ramah dan akrab, namun tegas dan tidak suka melakukan perbuatan sia-sia. Masruq berkata mengenainya, “Apabila engkau melihat `Abdullah bin `Abbas maka engkau akan mengatakan bahwa ia seorang manusia yang tampan. Apabila engkau berkata dengannya, niscaya engkau akan mengatakan bahwa ia adalah seorang yang paling fasih lidahnya. Jikalau engkau membicarakan ilmu dengannya, maka engkau akan mengatakan bahwa ia adalah lautan ilmu.”
Saat ditanya, “Bagaimana Anda mendapatkan ilmu ini?” Ibnu `Abbas menjawab, “Dengan lisan yang gemar bertanya dan akal yang suka berpikir.” Terkenal sebagai ‘`ulama umat ini’, Ibnu `Abbas membuka rumahnya sebagai majelis ilmu yang setiap hari penuh oleh orang-orang yang ingin menimba ilmu padanya. Hari-hari dijatah untuk membahas Al-Qur’an, fiqh, halal-haram, hukum waris, ilmu bahasa, syair, sejarah, dan lain-lain. Di sisi lain, Ibnu `Abbas adalah orang yang istiqomah dan rajin bertaubat. Beliau sering berpuasa dan menghidupkan malam dengan ibadah, serta mudah menangis ketika menghayati ayat-ayat Al-Qur’an.
Sebagaimana lazimnya kala itu, pejabat pemerintahan adalah orang-orang `alim. Ibnu `Abbas pun pernah menduduki posisi gubernur di Bashrah pada masa kekhalifahan `Ali. Penduduknya bertutur tentang sepak terjang beliau, “Ia mengambil tiga perkara dan meninggalkan tiga perkara. Apabila ia berbicara, ia mengambil hati pendengarnya; Apabila ia mendengarkan orang, ia mengambil telinganya (memperhatikan orang tersebut); Apabila ia memutuskan, ia mengambil yang termudah. Sebaliknya, ia menjauhi sifat mencari muka, menjauhi orang berbudi buruk, dan menjauhi setiap perbuatan dosa.”
Pada akhir masa hidupnya, Ibnu `Abbas mengalami kebutaan. Beliau menetap di Tha`if hingga wafat pada tahun 68H di usia 71 tahun. Demikianlah, Ibnu `Abbas memiliki kekayaan besar berupa ilmu pengetahuan serta akhlaq `ulama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar